Selasa, 31 Mei 2011

BIOKOMIA

Heme

Heme adalah gugus prostetik yang terdiri dari atom besi yang terdapat di tengah-tengah cincin organik heterosiklik yang luas yang disebut porfirin. Tidak semua porfirin mengandung besi, tapi fraksi metalloprotein yang mengandung porfirin memiliki heme sebagai gugus protetiknya; ini kemudian dikenal sebagai hemoprotein. Heme banyak dikenal dalam perannya sebagai komponen Hemoglobin, namun heme juga merupakan komponen dari sejumlah hemoprotein lainnya.

Metabolisme Porfirin

METABOLISME PORFIRIN

1.1 Batasan
Porfirin adalah senyawa siklik yang dibentuk dari gabungan empat cincin pirol melalui jembatan metenil (-CH=). Sifat khas porfirin adalah pembentukan kompleks dengan ion-ion logam (metaloporfirin) yang terikat pada atom nitrogen cincin-cincin pirol. Sebagai contoh misalnya heme yang merupakan porfirin besi dan klorofil, merupakan porfirin magnesium.
Di alam, metaloporfirin terkonjugasi dengan protein membentuk senyawa-senyawa penting dalam proses biologi, antara lain: (1) Hemoglobin, merupakan porfirin besi yang terikat pada protein globin dan mempunyai fungsi penting pada mekanisme transport oksigen dalam darah;(2) Mioglobin, merupakan pigmen pernafasan yang terdapat dalam sel-sel otot; (3) Sitokrom, berperan sebagai pemindah elektron (electron transfer) pada proses oksidasi reduksi.
1.2 Kimia Porfirin
Porfirin mengandung nitrogen tersier pada 2 cincin pirolen sehingga bersifat basa lemah dan adanya gugus karboksil pada rantai sampingnya menyebabkan juga bersifat asam. Titik isoelektriknya berkisar pada pH 3-4, sehingga pada pH trersebut porfirin mudah diendapkan dalam larutan air. Berbagai jenis porfirinogen tidak berwarna, sedangkan berbagai jenis porfirin berwarna. Porfirin dan derivat-derivatnya mempunyai spektrum absorbsi yang khas pada daerah yang dapat dilihat dan pada daerah ultraviolet. Larutan porfirin dalam HCl 5% mempunyai pita absorbsi pada 400 nm yang disebut pita Soret.
Porfirin dalam asam mineral kuat atau pelarut organik dan kemudian disianari sinar ultraviolet akan memancarkan fluoresensi merah yang kuat. Sifat fluoresensi ini sangat khas sehingga sering dipakai untuk mendeteksi porfirin bebas dengan jumlah yang sedikit. Sifat absorbsi dan fluoresensi yang khas dari porfirin disebabkan oleh ikatan rangkap yang menyatukan cincin pirol. Ikatan rangkap ini tidak ada pada porfirinogen sehingga tidak menunjukkan sifat-sifat tersebut. Jika porfirinogen mengalami oksidasi dengan melepaskan 6 atom H akan terbentuk porfirin yang mempunyai ikatan rangkap.
2. Biosintesis Heme
2.1 Tahap-tahap Biosintesis Heme

Biosintesis heme dapat terjadi pada sebagian besar jaringan kecuali eritrosit dewasa yang tidak mempunyai mitokondria. Sekitar 85% sintesis heme terjadi pada sel-sel prekursor eritoid di sumsum tulang dan sebagian besar sisanya di sel hepar. Biosintesis heme dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: (1) Sintesis porfirin; (2) Sintesis heme.
Biosintesis heme dimulai di mitokondria melalui reaksi kondensasi antara suksinil-KoA yang berasal dari siklus asam sitrat dan asam amino glisin. Reaksi ini memerlukan piridoksal fosfat untuk mengaktivasi glisin, diduga piridoksal bereaksi dengan glisin membentuk basa Shiff, di mana karbon alfa glisin dapat bergabung dengan karbon karbosil suksinat membentuk α-amino-β-ketoadipat yang dengan cepat mengalami dekarboksilasi membentuk d-amino levulinat (ALA/AmLev). Rangkaian reaksi ini dikatalisis oleh AmLev sintase/sintetase yang merupakan enzim pengendali laju reaksi pada biosintesis porfirin.
AmLev yang terbentuk kemudian keluar ke sitosol. Di sitosol 2 molekul AmLev dengan perantaraan enzim AmLev dehidratase/dehidrase membentuk porfobilinogen yang merupakan prazat pertama pirol. AmLev dehidratase merupakan enzim yang mengandung seng dan sensitif terhadap inhibisi oleh timbal
Empat porfobilinogen selanjutnya mengadakan kondensasi membentuk tetrapirol linier yaitu hidroksi metil bilana yang dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen I sintase (porfobilinogen deaminase). Hidroksi metil bilana selanjutnya mengalami siklisasi spontan membentuk uroporfirinogen I yang simetris atau diubah menjadi uroporfirinogen III yang asimetris dan membutuhkan enzim tambahan yaitu uroporfirinogen III kosintase Pada kondisi normal hampir selalu terbentuk uroporfirinogen III.
Uroporfirinogen III selanjutnya mengalami dekarboksilasi, semua gugus asetatny (A) menjadi gugus metil (M) membentuk koproporfirinogen III. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen dekarboksilase. Enzim ini juga mampu mengubah uroporfirinogen I menjadi koproporfirinogen I.
Selanjutnya, koproporfirinogen III masuk ke dalam mitokondria serta mengalami dekarboksilasi dan oksidasi, gugus propionat (P) pada cincin I dan II berubah menjadi vini (V). Reaksi ini dikatalisis oleh koproporfirinogen oksidase dan membentuk protoporfirinogen IX. Enzim tersebut hanya bisa bekerja pada koproporfirinogen III, sehingga protoporfirinogen I umumnya tidak terbentuk. Protoporfirinogen IX selanjutnya mengalami oksidasi oleh enzim protoporfirinogen oksidase membentuk protoporfirin IX. Protoporfirin IX yang dihasilkan akan mengalami proses penyatuan dengan Fe++ melalui suatu reaksi yang dikatalisis oleh heme sintase atau ferokelatase membentuk heme.
2.2 Pengendalian Biosintesis Heme
Enzim yang bertindak sebagai regulator biosintesis heme adalah AmLev sintase. Heme yang mungkin bekerja melalui molekul aporepresor menghambat sintesis AmLev sintase, dalam hal ini kemungkinan terjadi feed back negative. Obat yang metabolismenya menggunakan hemoprotein spesifik di hati (sitokrom-P450) menyebabkan konsentrasi heme intra seluler menurun. Hal ini menyebabkan represi terhadap AmLev sintase menurun. Aktivitas AmLev sintase meningkat sehingga sintesis heme juga meningkat. Pemberian glukosa dan hematin dapat mencegah pembentukan AmLev sintase sehingga menurunkan sintesis heme.

katabolisme heme

Katabolisme Heme

Katablisme Heme Menghasilkan Bilirubin
Dalam keadaan normal, umur eritrosit sekitar 120 hari. Sehingga, sekitar 100-200 juta eritrosit dihancurkan setiap jammya. Dalam 1 hari lebih kurang 6 gram hemoglobin (untuk berat badan 70 kg) dihancurkan. Proses degradasi ini terjadi di jaringan retikulo endothelial (limpa, hati, dan sumsum tulang), yaitu pada bagian mikrosom dari sel retikulo endothelial.
Hemoglobin dipecah menjadi heme dan globin. Bagian protein globin diuraikan menjadi asam amino-asam amino pembentuknya kemudian digunakan kembali. Besi akan dilepaskan dari heme kemudian memasuki depot besi yang juga dapat dipakai kembali. Sedangkan porfirinnya akan dikatabolisme dan menghasikan bilirubin.
Proses pertama dari katabolisme heme dilakukan oleh kompleks enzim heme oksigenase. Pada saat mencapai heme oksigenase besi umumnya sudah teroksidasi menjadi bentuk feri membentuk hemin. Hemin kemudian direduksi dengan NADPH, besi feri dirubah kembali menjadi fero. Dengan bantuan NADPH kembali, oksigen ditambahkan pada jembatan a metenil (antara cincin pirol I dan II) membentuk gugus hidroksil, besi fero teroksidasi kembali menjadi feri. Heme oksigenase dapat diinduksi oleh substrat. Selanjutnya, dengan penambahan oksigen lagi ion feri dibebaskan serta terbentuk karbon monoksida dan biliverdin IXa yang berwarna hijau. Pada reaksi ini heme bertindak sebagai katalisator. Pada burung dan amfibia, diekskresi biliverdin IXa. Sedangkan pada mamalia, dengan bantuan enzim biliverdin reduktase, terjadi reduksi jembatan metenil antara cincin pirol III dan IV menjadi gugus metilen, membentuk bilirubin IXa yang berwarna kuning. Satu gram hemoglobin diperkirakan menghasilkan 35 mg bilirubin. Perubahan heme menjadi bilirubin secara in vivo dapat diamati pada warna ungu hematom yang perlahan-lahan beirubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning.
Metabolisme Bilirubin di Hati

Metabolisme bilirubin dalam hati dibagi menjadi 3 proses:
1. Pengambilan (uptake) bilirubin oleh sel hati
2. Konjugasi bilirubin
3. Sekresi bilirubin ke dalam empedu

Pengambilan Bilirubin oleh Hati
Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan terikat dengan protein, terutama albumin. Beberapa senyawa seperti antibiotika dan obat-obatan bersaing dengan bilirubin untuk mengadakan ikatan dengan albumin. Sehingga, dapat mempunyai pengaruh klinis. Dalam hati, bilirubin dilepaskan dari albumin dan diambil pada permukaan sinusoid dari hepatosit melalui suatu sistem transport berfasilitas (carrier-mediated saturable system) yang saturasinya sangat besar. Sehingga, dalam keadaan patologis pun transport tersebut tidak dipengaruhi. Kemungkinan pada tahap ini bukan merupakan proses rate limiting.

Konjugasi Bilirubin
Dalam hati, bilirubin mengalami konjugsi menjadi bentuk yang lebih polar sehingga lebih mudah diekskresi ke dalam empedu dengan penambahan 2 molekul asam glukoronat. Proses ini dikatalisis oleh enzim diglukoronil transferase dan menghasilkan bilirubin diglukoronida. Enzim tersebut terutama terletak dalam retikulum endoplasma halus dan menggunakan UDP-asam glukoronat sebagai donor glukoronil. Aktivitas UDP-glukoronil transferase dapat diinduksi oleh sejumlah obat misalnya fenobarbital.
Sekresi
Bilirubin yang sudah terkonjugasi akan disekresi kedalam empedu melalui mekanisme pangangkutan yang aktif dan mungkin bertindak sebagai rate limiting enzyme metabolisme bilirubin. Sekeresi bilirubin juga dapat diinduksi dengan obat-obatan yang dapat menginduksi konjugasi bilirubin. Sistem konjugasi dan sekresi bilirubin berlaku sebagai unit fungsional yang terkoordinasi.

Metabolisme Bilirubin di Usus
Setelah mencapai ileum terminalis dan usus besar bilirubin terkonjugasi akan dilepaskan glukoronidanya oleh enzim bakteri yang spesifik (b-glukoronidase). Dengan bantuan flora usus bilirubin selanjutnya dirubah menjadi urobilinogen.
Urobilinogen tidak berwarna, sebagian kecil akan diabsorpsi dan diekskresikan kembali lewat hati, mengalami siklus urobilinogen enterohepatik. Sebagian besar urobilinogen dirubah oleh flora normal colon menjadi urobilin atau sterkobilin yang berwarna kuning dan diekskresikan melalui feces. Warna feces yang berubah menjaadi lebih gelap ketika dibiarkan udara disebabkan oksidasi urobilinogen yang tersisa menjadi urobilin.